Alkisah ada seorang raja yang sangat berkuasa pada suatu kerajaan dimasa lampau. Raja ini memiliki kerajaan yang sangat digdaya dan telah berjaya selama beberapa puluh tahun. Kedigdayaan kerajaannya membuat negeri-negeri tetangga tunduk dan patuh kepadanya. Bagaimana tidak, jika suatu negeri berani membangkang atau tidak mau tunduk dan berkiblat kepada ideologi atau pemikiran yang dicetuskan oleh sang raja, siap-siap aja cemeti angkara murka dijatuhkan kepada negeri tersebut, dan tidak ada yang bisa dan mampu menghalangi kehendak dari raja tersebut untuk menghukum atau mengampuni suatu kaum yang hidup disekitarnya. Keunggulan negeri ini bukan tanpa sebab, dikarenakan hampir semua orang pandai hidup disana sehingga semua ciptaan-ciptaan baru ditemukan disini. Bisa dikatakan semua barang baru diciptakan disini dan pada akhirnya dijual ke negara-negara tetangga. Namun lambat laun, waktu terus berjalan, penguasa didalam negeri tersebut menjadi semakin tamak dan menemukan ide baru, mereka menyadari bahwa mereka bisa lebih banyak mendapatkan untung kalau menyuruh jongos-jongos dinegera tetangga buat membikin barang-barang yang biasa mereka buat didalam negerinya, mereka berpikir mereka bisa tetap menjadi tuan sedangkan orang-orang miskin dinegara sebelah yang upahnya murah bisa disuruh-suruh untuk membikin barang-barang mereka. Namun satu hal yang tidak diketahui oleh Raja dari negeri yang kaya ini, ternyata Sang Raja dari negeri yang miskin ini tidak kurang akal dan memerintah rakyatnya buat belajar dari pengalaman membuat barang-barang yang canggih tersebut. Lambat laun, tahun terus berganti, semakin pintar juga rakyat di negeri miskin tesebut membuat barang-barang canggih hingga pada suatu titik dimana mereka jadi sama pandai dengan rakyat dari negeri yang kaya tersebut, bahkan sekarang mungkin lebih pandai. Alhasil negeri yang miskin tersebut sekarang menjadi kaya juga dan menjadi penantang bagi kerajaan yang dulu jadi tuannya.
Mungkin begitulah perumpamaan cerita antara Amerika Serikat dan Cina. Amerika yang setelah perang dunia kedua menjadi poros kekuatan dunia yang tak terbantahkan, sekarang ini menjadi panik karena Cina yang dulu menjadi suruhannya untuk membuat barang-barang mereka sekarang berubah menjadi poros kekuatan kedua yang menantang hegemoni Amerika didalam kancah baik ekonomi, militer, maupun politik. Dulu Amerika yang mendengung-dengungkan Globalisasi dan pemaksaan terhadap negara-negara diseluruh dunia untuk mengikuti arah seruannya dengan menghilangkan tarif-tarif barang impor, namun sekarang dengan kepemimpinan Trump malah menggalakkan program tarif untuk meredam ekonomi Cina yang tumbuh dengan pesat. Namun apakah bisa Cina diredam dengan cara yang demikian? Menurutku tidak, sebagai contoh kongkrit saja, Iran yang dihantam oleh Amerika dengan begitu banyak sanksi ekonomi mampu tetap bertahan bahkan dalam dunia militer sempat mencengangkan dunia drone-drone mereka yang sangat efektif dalam menghancurkan tank-tank canggih buatan barat dalam perang Rusia-Ukraina. Bagaimana Amerika ingin menghalangi Cina untuk menjadi lebih besar dari mereka jika Cina sendiri sekarang telah mampu memproduksi barang-barang canggih mereka sendiri dan telah menjadi sangat mandiri dalam bidang teknologi. Sebut saja dari search engine, social media, kendaraan listrik, hingga konstruksi, capaian Cina dalam hal-hal tersebut sangatlah luar biasa. Dulu hegemoni teknologi Amerika tidak bisa tertandingi, namun sekarang banyak perusahan-perusahaan Internasional yang berasal dari Cina, sebut saja Tencent dengan Tiktoknya, BYD dengan mobil listriknya, Baidu dengen search enginenya, Wechat dengan messenggernya. Belum lagi kemajuan cina dalam bidang militer yang dimana pertumbuhan kekuatan angkatan lautnya diprediksi bakal melampaui Amerika di 2030. Dengan semua fakta-fakta ini apakah Amerika menganggap dapat membendung Cina dengan kebijakan tarif? Saya rasa akan sulit bahkan mustahil.
Tanda-tanda Cina akan menjadi negara Adidaya selanjutnya sudah terlihat sangat jelas, jika dahulu Amerika yang menjadi kiblat ekonomi dengan menciptakan organisasi-organisai ikatan perekonomian seperti WTO dan sejenisnya yang mendorong perdagangan bebas, sekarang Cina pun memiliki inisiatif yang sama yaitu dengan Belt and Road Initiative yang telah menarik hampir 150 negara untuk ikut serta dalam program tersebut. Bisa dilihat dari hal ini sendiri bahwa poros ekonomi dunia telah tergeser dari UniPolar menjadi MultiPolar.
Apakah Amerika bisa tetap bertahan menjadi negara Adidaya kedepannya, tentunya bisa namun kedigdayannya akan terandingi dan jika kepemimpinan di Amerika tidak bijak dan tidak mau menerima kenyataan, kemungkinan bakal terjadi konflik yang besar antara kedua negara Adidaya tersebut, negara Adidaya baru yang sedang menyeruak dan negara adidaya tua yang secara sitematis sudah lelah dan semakin tenggelam dikarenakan ulahnya sendiri.